Jurnal Visual Kevin

Tentang Marah

Kevin
Kevin

Beberapa kali aku mendapat pertanyaan ajaib "Lu pernah marah ga Kev?"

Yah mungkin pertanyaan itu tersampaikan karena aku bukan orang yang mudah menyampaikan perasaanku. Mungkin aku jarang terlihat menunjukkan emosi berlebih. Makanya, sudah tak terhitung berapa kali kujawab dengan bercanda, baik langsung maupun dalam rekam ulang interaksi tersebut di kepalaku, pernahlah, dan marahnya gue ya kayak orang biasa, bentak-bentak, mukul, menyanyikan lagu kebangsaan... Lalu disambut tawa semua orang karena keberadaan frasa terakhir yang merupakan implementasi dari rule of third yang merupakan salah satu prinsip komedi. Lucu terus…

Tapi sungguh, aku pernah marah. Aku pernah mengasingkan orang beracun yang terus-menerus merenggut apa yang menjadi milikku tanpa pernah mau berkompromi sedikitpun. Aku berteriak mengamuk dan memahat tembok bata rumahku dengan kepalan tangan ketika aku terpicu impulsif oleh karena berita-berita terkini. Aku meraung dalam sunyi ketika hariku kacau, aku letih, dan orang-orang rumahku malah membuang tanggung jawabnya kepadaku. Dan tak terhitung betapa seringnya aku misuh mengata-ngatai hidup dan orang-orang—yang entah sengaja maupun tidak—mengambil peran di dalamnya, dalam ruang aman lingkaran sahabat-sahabatku.

Jadi ya, aku pernah marah. Tapi satu hal yang utama, aku benci jika marahku tak jadi apa-apa. Aku benci jika marahku menguap begitu saja setelah kepalanku bonyok dan suaraku habis. Sungguh, aku lebih marah dengan habisnya marahku itu dibandingkan dengan kemarahanku yang mula-mula. Dan karena itu, kuputuskan untuk menyimpan dan memelihara kemarahanku, menjadikannya sumber energi terbarukan dalam menjalani hidup. Kujadikan marah itu tarikan oksigen pertama ketika aku bangun pagi, kuhirup dan kutelan marah itu dalam setiap suap sarapan, santap siang, dan santap malamku, dan kukendarai dia untuk membelah Ibukota setiap harinya. Kujadikan marahku sebagai cemeti. Kurawat marahku kepada keluarga besar sampai aku terbukti melampaui mereka. Kuperbudak marahku sampai bisa membawaku ke karir yang kuinginkan, sampai aku membuktikan kepada diriku bahwa aku bisa, aku bisa, aku bisa. Kupekerjakan marahku sampai titik nadirnya, sampai aku tak lagi memerlukannya…

Jadi, emang kenapa kalo gue nyanyi Indonesia Raya pas marah? :p

Share this post:

Featured Posts

Stories about my experiences, projects, and thoughts.

Building My Personal Website and the Unexpected Journey of Self-Discovery

Creating and working on my personal website has been an unforeseen force of self-discovery. From showcasing my projects as a CS student to creating a blog for my inner musings, this ongoing project has taught me not just about web development, but also about confronting my own limitations and celebrating my growth. In this meta kinda blog I reflect on how this digital endeavor has become a mirror to my inner world.

Future Past Continuous

Yang lampau, yang kini, yang nanti. Future Past Continuous. Looking back, looking for, looking beyond. Menjadi, terjadi, menanti.

Copyright © 2024 Kevin. All rights reserved.

Jurnal Visual Kevin is a trademark and serves as both a project name and alias of Kevin.